Bagikan artikel ini :

Sepanjang Apakah Kesabaran Allah?

Alkitab jelas mengatakan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang panjang sabar (Keluaran 34:6, Mazmur 86:15). Secara spesifik, Allah menunjukkan kesabaran yang besar terhadap manusia yang berdosa dan yang tidak taat kepada-Nya (Roma 9:22). Kesabaran ini diekspresikan oleh Allahmelalui belas kasihan dan pengampunan. Dalam hal ini, Allah bukan hanya memberikan kesempatan kedua bagi orang-orang berdosa, tetapi banyak kesempatan lain untuk bertobat. Allah berkali-kali menahan murka-Nya dan menahan untuk menyatakan hukuman-Nya, yang diekspresikan dalam bentuk membinasakan objek-objek kemurkaan-Nya (Roma 9:22).Alkitab bahkan menyatakan tentang Allah bahwa “Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9). Namun, seberapa bersabarkah Allah? Untuk selama-lamanyakah Ia akan menahan murka-Nya? Apakah kesabaran-Nya sungguh-sungguh tak berbatas?

Alkitab menunjukkan bukti-bukti bahwa meskipun Allah adalah Allah yang panjang sabar, namun kesabaran Allah ada batasnya. Sebagai contoh, Allah telah bersabar terhadap kejahatan yang dilakukan oleh manusia pada zaman Nuh, namun akhirnya Allah menghukum manusia dengan air bah (Kejadian 6). Tentang hal ini Rasul Petrus menuliskan dalam suratnya demikian, “yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.” (1 Petrus 3:20). Allah telah menanti dengan sabar, namun akhirnya hukuman tetap dijatuhkan. Beberapa contoh lain adalah ketika Tuhan menurunkan hujan belerang dan api bagi kota Sodom dan Gomora (Kejadian 18-19) serta pembuangan bangsa Israel (2 Raja-Raja 17, 24-25).Karakter Allah yang panjang sabar dan memberikan kesempatan untuk bertobat tidak hanya dialami oleh keturunan Abraham saja, tetapi juga oleh bangsa-bangsa lain, seperti bangsa Amori (Kejadian 15:16) dan bangsa Asyur di KotaNiniwe (Yunus 3:4).

Di dalam Perjanjian Baru, penggambaran akan Allah yang memberikan kesempatan namun pada akhirnya menjatuhkan hukuman-Nya bisa didapati dalamperumpamaan Yesus tentang pohon ara di kebun anggur(Lukas 13:6-9). Dalam perumpaan tersebut dikisahkan bahwa pemilik kebun anggur sudah tiga tahun mencari buah dari pohon ara itu namun tidak menemukannya. Kemudian dia memerintahkan pengurus kebun untuk menebangnya, namun pengurus kebun memohon agar membiarkan pohon itu tumbuh satu tahun lagi dengan harapan pohon itu akan menghasilkan buah di tahun berikutnya. Jika pohon tersebut tidak menghasilkan buah, maka dia akan ditebang. Dalam perumpamaan ini, pemilik kebun anggur melambangkan Allah, pengurus kebun anggur melambangkan Yesus Kristus sendiri, dan pohon ara melambangkan dua hal, yaitu bangsa Israel maupun individu-individu. Perumpamaan ini melambangkan kesempatan untuk bertobat sebelum pada akhirnya bangsa Israel mengalami penghakiman Allah. Tiga tahun menandakan bahwa bangsa Israel sudah memiliki cukup waktu untuk bertobat. Masa tenggang dan kesempatan memang diperpanjang, namun kurun waktunya terbatas. Pelajaran yang dipetik dari perumpamaan ini adalah bahwa kesabaran Allah ada batasnya. Yesus mengetuk pintu hati orang-orang untuk bertobat, namun ketika saatnya tiba, mereka yang tidak bertobat akan binasa (Lukas 13:3).

Jadi, Alkitab – baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru – memberikan gambaran akan Allah yang panjang sabar namun juga memberikan batas waktu. Dan ketika batas waktu itu berakhir, Allah akan menjatuhkan penghakiman-Nya.

Bagaimana pengertian ini bisa mempengaruhi hidup kita? Pertama, marilah kita sadari bahwa Allah masih memberikan kesempatan bagi manusia untuk bertobat (2 Petrus 3:15). Apakah kita sudah memakai kesempatan ini untuk menerima Kristus sebagai Juru Selamat kita dan, sebagai hasilnya, menjauh dari dosa-dosa kita?Apakah kita sudah memakai kesempatan ini untuk memberitakan Injil hingga orang-orang lain bertobat? Mari kita pergunakan kesempatan yang masih diberikan ini, karena akan tiba saatnya masa tenggang itu berakhir. Suatu saat nanti, Yesus akan datang kedua kalinya untuk menghakimi semua manusia. Pada saat itu, Yesus akan memisahkan antara orang-orang yang percaya dengan yang tidak percaya.Mereka yang tidak percaya akan dihempaskan ke dalam neraka untuk selamanya. Selain itu, Allah tidak memberitahukan kapan batas waktu-Nya berakhir. Alkitab mengatakan bahwa hari Tuhan akan tiba seperti pencuri pada malam hari (1 Tesalonika 5:2). Apakah kita siap dan telah menggunakan kesempatan ini dengan baik?

Kedua, pengertian Allah yang seperti ini juga bisa memberikan wawasan tentang bagaimana kita berelasi dengan orang lain. Sama seperti Allah yang panjang sabar dan penuh pengampunan, Allah juga menginginkan agar kita dipenuhi dengan kesabaran dan pengampunan. Allah rindu agar kita orang percaya menahan diri dari amarah serta memberikan pengampunan kepada orang yang telah berbuat salah atau menyakiti kita, serta memberikan kesempatan bagi orang tersebut untuk berubah. Namun yang menjadi masalah adalah ketika seseorang perlu menemukan keseimbangan antara memberikan pengampunan dengan membiarkan orang lain menyakitinya terus-menerus. Dalam hal ini, orang yang terus-menerus disakiti atau diperlakukan secara salah perlu membuat batasan. Sama seperti Allah memberikan batas waktu bagi manusia yang tidak bertobat, manusia pun perlu membuat batasan bagi mereka yang terus mengulangi kesalahannya tanpa menunjukkan tanda-tanda pertobatan. Seseorang tetap bisa menjadi orang yang mengampuni namun juga tetap menjaga dan melindungi dirinya. Contohnya, seseorang tidak boleh membiarkan orang lain terus-menerus menyakitinya secara fisik maupun verbal. Orang tersebut perlu tegas dalam menyikapi orang-orang yang tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan. Pada saat satu pihak telah menawarkan pengampunan dan rekonsiliasi tetapi pihak yang lain menolak untuk bertobat dan melakukan rekonsiliasi, mungkin mengakhiri hubungan adalah sebuah keputusan yang bijak. Mengakhiri hubungan haruslah dianggap sebagai cara terakhir, tetapi kadang hal ini perlu dilakukan (Matius 18:17).

Allah melakukan berbagai cara untuk bisa membawa kita ke dalam pertobatan, menawarkan pengampunan, serta memberikan kesempatan. Tetapi jika kita terus-menerus menolak Allah, tawaran tersebut akan berakhir batas waktunya dan tidak akan ada lagi kesempatan bagi kita. Kasih karunia Allah adalah contoh bagi kita. Kita bisa memberikan kesempatan-kesempatan bagi orang lain, namun ketika hubungan yang sehat sudah tidak dimungkinkan, kita perlu menentukan batasan.***(YS)